BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Media pengajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau isi pelajaran, merangsang pikiran, perhatian dan kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong proses belajar-mengajar. Pada tahun 50-an, media disebut sebagai alat bantu audio-visual (audio-visual aids). Dasar pertimbangan penggunaan media dalam pembelajaran memang semata-mata untuk membantu guru dalam mengajar. Tetapi kemudian, namanya lebih populer sebagai media pengajaran atau media belajar. Berbagai bentuk media dapat digunakan untuk meningkatkan pengalaman belajar ke arah yang lebih konkret. Pengajaran dengan menggunakan media tidak hanya sekadar menggunakan kata-kata (symbol verbal), sehingga dapat kita harapkan diperolehnya hasil pengalaman belajar yang lebih berarti bagi siswa. Dalam hal ini Gagne dan Briggs (1979) menekankan pentingnya media sebagai alat untuk merangsang proses belajar-mengajar.
Usaha membuat pengajaran lebih konkret dengan menggunakan media banyak dilakukan orang. Berbagai jenis media memiliki nilai kegunaan masing-masing. Untuk memahami berbagai jenis media dan nilainya dalam pengajaran, ada baiknya kita memahami penggolongan berbagai jenis media berdasarkan nilai yang dimiliki masing-masing.
Pemahaman akan nilai yang dimiliki masing-masing jenis media ini penting, karena dalam proses pendidikan/proses belajar mengajar, guru harus memilih media yang tepat agar tujuan-tujuan yang diinginkan dapat terwujudkan dalam diri siswa. Selama proses belajar-mengajar berlangsung akan selalu terjadi interaksi antara guru, siswa dan media pengajaran yang digunakan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, rumusan masalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa saja nilai praktis media dalam pembelajaran?
2. Apa saja teori yang berhubungan dengan penggunaan media dalam pembelajaran?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penulisan makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan hal sebagai berikut.
1. Nilai praktis media dalam pembelajaran.
2. Teori yang berhubungan dengan penggunaan media dalam pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Nilai Praktis Media dalam Pembelajaran
Penggunaan media dalm proses belajar mengajar mempunyai nilai-nilai praktis, sebagai berikut:
1. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan pengalaman siswa.
Pengalaman masing-masing individu yang beragam karena kehidupan keluarga dan masyarakat sangat menentukan macam pengalaman yang dimiliki mereka. Misalnya, dua orang anak yang hidup di dua lingkungan yang berbeda akan mempunyai pengalaman yang berbeda pula. Dalam hal ini media dapat mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut.
2. Media dapat mengatasi kendala keterbatasan ruang dan waktu.
Banyaknya hal yang sukar untuk dialami secara langsung oleh siswa atau mahasiswa di dalam kelas, seperti objek yang terlalu besar atau terlalu kecil, gerakan-gerakan yang diamati terlalu cepat atau terlalu lambat. Maka dengan melalui media akan dapat diatasi kesukaran-kesukaran tersebut.
3. Media memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan.
Gejala fisik dan social dapat diajak berkomunikasi dengan siswa atau mahasiswa.
4. Media menghasilkan keseragaman pengamatan.
Pengamatan yang dilakukan siswa dapat secara bersama-sama diarahkan kepada hal-hal yang danggap penting sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis serta memperjelas pengertian konsep dan fakta.
Penggunaan media, seperti gambar, film, model, grafik dan lain sebagainya dapat memberikan konsep dasar yang benar.
6. Media dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru.
Dengan menggunakan media, jangkauan pengalaman anak semakin luas, persepsi semakin tajam dan konesp-konsep dengan sendirinya semakin lengkap, sehingga keinginan dan minat baru untuk belajar selalu timbul.
7. Media dapat membangkitkan motivasi dan merangsang siswa untuk belajar.
Dengan pemasangan gambar di papan buletin, pemutaran film dan mendengarkan program audio dapat menimbulkan rangsangan tertentu ke arah keinginan untuk belajar.
8. Media dapat memberikan pengalaman yang integral dari suatu yang konkrit sampai kepada yang abstrak.
Misalnya, diberikan sebuah film tentang suatu benda atau kejadian yang tidak dapat dilihat secara langsung oleh siswa, akan dapat memberikan gambaran yang konkrit tentang wujud, ukuran dan lokasi. Disamping itu dapat pula mengarahkan kepada generalisasi tentang arti kepercayaan suatu kebudayaan dan sebagainya.
9. Media dapat membantu mengatasi keterbatasan indera manusia.
Misalnya, dengan menggunakan media siswa dapat melihat dan mengamati secara jelas suatu objek yang tidak dapat dijangkau oleh indera manusia.
B. Teori Perkembangan Piaget
- Prinsip Dasar Teori Piaget
Jean Piaget (1896-1980), mengemukakan teori perkembangan intelektual secara menyeluruh yang mencerminkan adanya kekuatan antara fungsi biologi dan psikologis. Piaget menerangkan inteligensi itu sendiri sebagai adaptasi biologi terhadap lingkungan.
- Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget (Cognitive Development Theory)
Menurut Piaget pengetahuan (knowledge) adalah interksi yang terus menerus antara
individu dengan lingkungan. Fokus perkembangan kognitif Piaget adalah perkembangan secara alami fikiran pembelajar mulai anak-anak sampai dewasa. Konsepsi perkembangan kognitif Piaget, diturunkan dari analisa perkembangan biologi organisme tertentu. Menurut Piaget, intelegen (IQ=kecerdasan) adalah seperti sistem kehidupan lainnya, yaitu proses adaptasi. Teori jean piaget tentang perkembangan kognitif memberikan batasan kembali tentang kecerdasan, pengetahuan, dan hubungan si pelajar dengan lingkungannya.
· Kecerdasan (Kecerdasan sebagai proses)
Menurut Piaget, kecerdasan bukan sifat pribadi yang statis yang dapat dinilai secara kuantitatif. Tetapi, kecerdasan itu suatu proses yang terus berlangsung dan selalu berubah. Seperti halnya sistem biologi, kecerdasan merupakan proses yang berkesinambungan yang membentuk sruktur yang diperlukan dalam interaksi terus menerus dengan lingkungan. Kecerdasan merupakan mekanisme dengan individu berinteraksi dengan lingkungan pada suatu waktu tertentu dan suatu proses yang terus menerus membentuk dirinya sendiri.
· Pengetahuan ( Pengetahuan sebagai proses)
Pengetahuan ialah suatu proses interaktif antara pelajar dengan lingkungannya. Menurut pandangan Piaget yang khas mengenai pengetahuan, ialah bahwa dalam penciptaan pengetahuan, individu dan objek luluh menjadi satu dan tidak dapat dipisahkan. Pengetahuan juga mengandung banyak komponen subjektif, maka dari itu pengetahuan itu suatu hubugan dan bukan ketentuan apriori.
Menurut Piaget, ada empat faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif yaitu :
1) lingkungan fisik
1) lingkungan fisik
2) kematangan
3) pengaruh sosial
4) proses pengendalian diri (equilibration)
C. Teori Hirarki Belajar Gagne
Teori ini ditemukan oleh Gagne yang didasarkan atas hasil riset tentang faktor-faktor yang kompleks pada proses belajar manusia. Penelitiannya diamaksudkan untuk menemukan teori pembelajaran yang efektif. Analisanya dimulai dari identifikasi konsep hirarki belajar, yaitu urut-urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh pembelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih kompleks.
Gagne (1977) mendefinisikan pembelajaran sebagai seperangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya beberapa proses belajar, yang sifatnya internal. Kunci penting untuk mengetahui acara pembelajaran apa yang cocok ialah mengetahui jenis kapabilitas apa yang akan dipelajari.
Langkah pertama dalam merancang pembelajaran ialah merumuskan apa hasil pembelajaran itu, maka dari itu komponen esensial pembelajaran ialah:
1. Merumuskan tujuan performansi
2. Mengenali acara pembelajaran yang cocok untuk tujuan-tujuan tertentu.
Langkah selanjutnya dalam merancang pembelajaran diantaranya, sebagai berikut:
1. Menarik perhatian
2. Memberitahu siswa mengenai tujuan belajar
3. Mendorong siswa mengingat kembali pelajaran yang telah dipelajari
Fungsi Pembelajaran ialah menunjang proses internal yang terjadi di dalam diri pelajar, yang disebut belajar.
Menurut pandangan Gagne (1968), belajar itu merupakan faktor yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan kumulatif dari belajar. Gagne (1974-1977) menyatakan bahwa kunci bagi pengembangan teori belajar yang bersifat menyeluruh ialah mengenali faktor-faktor yang memperjelas sifat-sifat yang rumit dari belajar setiap orang. Faktor penting itu ialah hubungan antara belajar dengan perkembangan dan keanekaragaman belajar yang ada pada orang. Pandangan Gagne, belajar dan perkembangan manusia mengenai peranan belajar dalam perkembangan berbeda, baik dengan model pertumbuhan-kesiapan maupun dengan model perkembangan kognitif. Menurut model pertumbuhan-kesiapan, pola pertumbuhan tertentu harus terjadi sebelum belajar harus ada manfaatnya.
Belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil dari efek belajar yang komulatif (Gagne, 1968). Selanjutnya ia menjelaskan bahwa belajar itu bukan proses tunggal.
Belajar menurut Gagne tidak dapat didefinisikan dengan mudah, karena belajar bersifat kompleks. Gagne (1972) mendefinisikan belajar adalah mekanisme dimana seseorang menjadi anggota masyarakat yang berfungsi secara kompleks. Kompetensi itu meliputi, skill, pengetahuan, attitude (perilaku), dan nilai-nilai yang diperlukan oleh manusia, sehingga belajar adalah hasil dalam berbagai macam tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas atau outcome. Kemampuan-kemampuan tersebut diperoleh pembelajar (peserta didik) dari :
1. stimulus dan lingkungan
2. proses kognitif
Menurut Gagne belajar dapat dikategorikan sebagai berikut :
1) Verbal information (informasi verbal)
Belajar informasi verbal merupakan kemampuan yang dinyatakan , seperti membuat label, menyusun fakta-fakta, dan menjelaskan. Kemampuan / unjuk kerja dari hasil belajar, seperti membuat pernyataan, penyusunan frase, atau melaporkan informasi.
2) Intellectual Skill (skil Intelektual)
Kemampuan skil intelektual adalah kemampuan pembelajar yang dapat menunjukkan kompetensinya sebagai anggota masyarakat seperti; menganalisa berita- berita. Membuat keseimbangan keuangan, menggunakan bahasa untuk mengungkapkan konsep, menggunakan rumus-rumus matematika. Dengankata lain ia tahu “ Knowing how”
3) Attitude (perilaku)
Attitude (perilaku) merupakan kemampuan yang mempengaruhi pilihan pembelajar (peserta didik) untuk melakukan suatu tindakan. Belajar melalui model ini diperoleh melalui pemodelan atau orang yang ditokohkan, atau orang yang diidolakan.
4) Cognitive strategi (strategi kognitif)
Strategi kognitif adalah kemampuan yang mengontrol manajemen belajar si pembelajar mengingat dan berpikir. Cara yang terbaik untuk mengembangkan kemampuan tersebut adalah dengan melatih pembelajar memecahkan masalah, penelitian dan menerapkan teori-teori untuk memecahkan masalah ril dilapangan. Melalui pendidikan formal diharapkan pembelajar menjadi “self learner” dan “independent tinker”.
5) Ketrampilan gerak
Keterampilan gerak motor ialah kapasitas yang mendasari pelaksanaan perbuatan jasmaniah secara mulus. Ciri umum dari keterampilan ini ialah adanya persyaratan untuk mengembangkan kemulusan bertindak, presisi, dan pengaturan waktu (Gagne,1977). Unjuk untuk perbuatan orang yang baru bisa dan ahli berbeda dalam hal ciri-ciri itu. Sifat istimewa dari keterampilan motorik ialah bahwa keterampilan ini bisa bertambah sempurna melalui praktek atau dilatihkan.Robert M Gagne membedakan 8 tipe belajar yakni :
1. Signal learning (belajar isyarat)
2. Stimulus-response learning (belajar stimulus-respons)
3. Chaining ( rantai atau rangkaian)
4. Verbal Association (asosiasi verbal)
5. Discrimination learning (belajar diskriminasi)
6. Concept learning (belajar konsep)
7.Rule learning (belajar aturan)
8.Problem solving (memecahkan masalah)
Empat fase dalam belajar :
Belajar berlangsung dalam empat fase, yakni:
(1) fase apprehending,
(2) fase acquisition,
(3) fase storage, dan
(4) fase retrieval.
Keempat fase ini berlangsung berturut-turut. Dalam fase apprehending seorang harus memperhatikan stimulus tertentu, harus menangkap artinya dan memahaminya. Suatu stimulus dapat ditafsirkan dengan berbagai cara, misalnya “sakura” dapat ditafsirkan sebagai bunga di Jepang atau berbagai nama film. Setelah itu terjadi fase acquisition dan ini terbukti dari kesanggupan yang diperoleh seseorang untuk melakukan sesuatu yang belum diketahuinya sebelumnya. Kemampuan yang baru itu disimpan. Ini disebut fase storage. Ada kalanya apa yang dipelajari itu disimpan atau diingat sebentar saja, misalnya beberapa menit seperti nomor telepon untuk memutar nomor tertentu, dapat pula diingat sepanjang hidup. Jadi ada ingatan jangka pendek, ada pula ingatan jangka panjang. Yang terakhir ini sangat penting bagi pendidikan. Apa yang disimpan itu pada suatu waktu diperlukan dan diambil dari simpanan. Ini disebut fase retrieval atau pengambilan kembali. Retrieval ini tidak semata-mata mengeluarkan kembali apa yang disimpan, akan tetapi menggunakannya dalam situasi tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah. Ada kemungkinan bahwa apa yang disimpan itu dikeluarkan dalam bentuk yang lain daripada sewaktu disimpan. Gejala ini termasuk transfer apa yang dipelajari itu. Keempat fase ini sukar dipisahkan dengan tegas. Kedua fase pertama dapat berlangsung dalam beberapa detik. Keduanya dapat dipandang sebagai perbuatan belajar, sedangkan fase tiga dan empat dipandang sebagai mengingat. Belajar hanya terjadi bila ada sesuatu yang diingat dari apa yang dipelajari itu.
Hirarki dalam Belajar
Untuk mempelajari sesuatu, untuk dapat memecahkan suatu masalah, seseorang harus mampu menguasai kemampuan-kemampuan atau aturan-aturan yang lebih sederhana yang merupakan prasyarat guna pemecahannya. Setiap aturan pada tingkat yang lebih tinggi memerlukan penguasaan aturan pada tingkat yang lebih rendah. Bila ada sesuatu yang tidak dikuasai dalam hierarki atau jenjang itu, maka pelajar akan menghadapi kesulitan.
Perencanaan Hirarki dalam Mengajar.
Adanya jenjang dalam mempelajari sesuatu mengharuskan guru untuk merencanakan langkah-langkah yang menuju ke arah penguasaan bahan pelajaran. Jadi kita dapat menganalisis prasyarat untuk memahami bahan pelajaran yang akan kita berikan, dengan menganalisis prasyarat-prasyarat atau langkah-langkah secara berangsur surut, sampai aturan atau konsep yang paling sederhana. Dengan demikian kita akan memperoleh semacam “peta” tentang hal-hal yang diperlukan. Dengan adanya analisis langkah-langkah itu kita ketahui secara sistematis jalan mana yang harus ditempuh oleh murid agar memahami bahan pelajaran itu.
D. Teori Pengalaman Belajar Edgar Dale
Edgar Dale berpendapat bahwa yang disebut sumber belajar itu pengalaman. Ia juga mengklasifikasikan pengalaman yang dapat dipakai sebagai sumber belajar menurut jenjang tertentu yang berbentuk cone of experience (kerucut pengalaman) yang disusun dari yang konkret sampai dengan yang abstrak yang tercantum di dalam audio visual methods in teaching.
Kerucut Pengalaman Dale
Dale berkeyakinan bahwa simbol dan gagasan yang abstrak dapat lebih mudah dipahami dan diserap manakala diberikan dalam bentuk pengalaman konkrit. Kerucut pengalaman merupakan awal untuk memberikan alasan tentang kaitan teori belajar dengan komunikasi audiovisual.
· Pengalaman Langsung (Direct Purposeful Experiences)
Dasar dari pengalaman kerucut Dale ini adalah merupakan penggambaran realitas secara langsung sebagai pengalaman yang kita temui pertama kalinya. Ibarat ini seperti fondasi dari kerucut pengalaman ini, dimana dalam hal ini masih sangat konkrit.Dalam tahap ini pembelajaran dilakukan dengan cara memegang, merasakan atau mencium secara langsung materi pelajaran. Maksudnya seperti anak Taman Kanak-Kanak yang masih kecil dalam melakukan praktik menyiram bunga. Disini anak belajar dengan memegang secara langsung itu seperti apa, kemudian menyiramkannya kepada bunga.
· Pengalaman Tiruan (Contrived Experiences)
Tingkat kedua dari kerucut ini sudah mulai mengurangi tingkat ke-konkritannya. Dalam tahap ini si pelajar tidak hanya belajar dengan memegang, mencium atau merasakan tetapi sudah mulai aktif dalam berfikir. Contohnya seperti seorang pelajar yang diinstruksikan membuat bangunan atau gedung. Disini pelajar tidak membuat gedung sebenarnya melainkan gedung dalam artian suatu model atau miniatur dari gedung yang sebenarnya.
· Dramatisasi (Dramatized Experiences)
Dengan drama, pelajar dapat menjadi merasakan langsung materi yang dipelajari. Jika kita bisa membagi dua bagian ini, maka bagian akan terbagi menjadi partisipasi dan observasi. Partisipasi merupakan bentuk aktif secara langsung dalam suatu drama, sedangkan observasi merupakan pengamatan, seperti menonton atau mengamati drama tersebut.
· Demonstrasi (Demonstrations)
Demonstrasi disini merupakan gambaran dari suatu penjelasan yang merupakan sebuah fakta atau proses. Seorang demonstrator menunjukkan bagaimana sesuatu itu bisa terjadi. Misalnya seorang guru Biologi yang mendemonstrasikan bagaimana melihat objek yang berukuran kecil dengan menggunakan mikroskop
· Karya Wisata (Field Trip)
Dalam karya wisata ini pelajar mengamati secara langsung dan mencatat apa saja kegiatan mereka. Pebelajar lebih mengandalkan pengalaman mereka dan pelajar tidak perlu memberikan banyak komentar, biarkan mereka berkembang sendiri.
Gambar kerucut Edgar Dale
Dale dalam Kerucut Pengalaman Dale (Dale’s Cone Experience) mengatakan:
“hasil belajar seseorang diperoleh melalui pengalaman langsung (kongkrit), kenyataan yang ada dilingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada lambang verbal (abstrak). Semakin keatas puncak kerucut semakin abstrak media penyampai pesan itu. Proses belajar dan interaksi mengajar tidak harus dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa yang dihadapi dengan mempertimbangkan situasi belajar”. Pengalama langsung akan memberikan informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu, oleh karena ia melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba”.
Pembelajaran dikembangkan bila merujuk pada kerucut Edgar Dale diatas maka masuk pada seluruh bagian piramida Dale. Penguatannya pada bagian piramida terbawah yaitu benda tiruan dan pengalaman langsung melalui praktek.
Sedangkan Jarvish seperti gambar berikut, pengalaman terbentuk dari hasil interaksi seseorang dengan orang lain. Pengalaman juga merupakan umpan balik dari hasil refleksi pengalaman itu sendiri. Refleksi pengalaman akan membuat individu mampu mengkoreksi (peneliti: juga meredefinisi) apa yang diyakini sebelumnya. Hasil koreksi pun akan membentuk pengalaman baru setelah terjadi interaksi berikut dan berikutnya.
Gambar Kerucut Pengalaman Belajar Edgar Dale
Dari gambar tersebut dapat kita lihat rentangan tingkat pengalaman dari yang bersifat
langsung hingga ke pengalaman melalui simbol-simbol komunikasi, yang merentang dari yang bersifat kongkrit ke abstrak, dan tentunya memberikan implikasi tertentu terhadap pemilihan metode dan bahan pembelajaran, khususnya dalam pengembangan Teknologi Pembelajaran. Pemikiran Edgar Dale tentang Kerucut Pengalaman (Cone of Experience) ini merupakan upaya awal untuk memberikan alasan atau dasar tentang keterkaitan antara teori belajar dengan komunikasi audio-visual. Kerucut Pengalaman Dale telah menyatukan teori pendidikan John Dewey (salah satu tokoh aliran progresivisme) dengan gagasan- gagasan dalam bidang psikologi yang tengah populer pada masa itu. Kerucut Edgar Dale ini memberikan gambaran pada kita bahwa proses pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalaminya langsung, melalui proses pengamatan dan mendengarkan melalui media tertentu atau mungkin hanya melalui proses mendengarkan melalui bahasa.
Jika pengalaman belajar siswa melalui pengalaman langsung, maka akan memberikan hasil belajar yang konkret. Jika hal demikian tidak mungkin terjadi dalam kelas, seperti misalnya proses persalinan pada binatang, maka guru dapat menggunakan model, dengan demikian siswa akan tetap mendapatkan pengalaman yang mendekati kongkret. Begitu seterusnya, semakin keatas dari kerucut pengalaman Edgar Dale ini, maka pengalaman belajar yang diperoleh siswa akan semakin abstrak. Semakin konkret siswa mempelajari bahan pengajaran, maka semakin banyaklah pengalaman belajar yang diperolehnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dasar pertimbangan penggunaan media dalam pembelajaran memang semata-mata untuk membantu guru dalam mengajar, dan untuk meningkatkan pengalaman belajar ke arah yang lebih konkret. Usaha membuat pengajaran lebih konkret dengan menggunakan media banyak dilakukan orang. Berbagai jenis media memiliki nilai kegunaan masing-masing. Untuk memahami berbagai jenis media dan nilainya dalam pengajaran, ada baiknya kita memahami penggolongan berbagai jenis media berdasarkan nilai yang dimiliki masing-masing.
Pemahaman akan nilai yang dimiliki masing-masing jenis media ini penting, karena dalam proses pendidikan/proses belajar mengajar, guru harus memilih media yang tepat agar tujuan-tujuan yang diinginkan dapat terwujudkan dalam diri siswa. Selama proses belajar-mengajar berlangsung akan selalu terjadi interaksi antara guru, siswa dan media pengajaran yang digunakan.
B. Saran
Sehubungan dengan dasar pertimbangan penggunaan media dalam pembelajaran yaitu untuk membantu guru dalam proses mengajar, maka disarankan agar mempergunakan media pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan.
KEPUSTAKAAN
Gredler, Margaret E. Bell. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: Rajawali
Usman, M. Basyirudin. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Pers
Tim Pembina Matematika Perkembangan Peserta Didik. 2007. Perkembangan Peserta Didik. Padang: Dirjen Pendidikan Tinggi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar